Senin, 20 Januari 2014



Oleh: Lilik Wijayati – DL.Wijaya

Entah berapa banyak para pemuda yang menuntut ilmu keluar negeri. Tak terhitung pengorbanan yang ditukar demi mendapatkan cahaya-cahaya peradaban dari sosok pemuda. Harapan menggunung selalu menyertai pemuda serta menanti kepulangan mereka demi mewujudkan peradaban yang lebih baik.

Dunia senantiasa berputar. Dunia pun menuntut kita menyesuaikan diri dengan fitrah penciptaan sang waktu, yakni menjadikan segala sesuatu menjadi lebih baik. Seperti itulah harapan besar kita kepada para pemuda. Di punggung mereka beban peradaban dunia diletakkan. Baik atau buruknya dunia mendatang, ada dalam genggaman mereka.

Ironisnya, walau banyak pemuda belajar dan mengejar cita-cita sampai keluar negeri, namun kenyataannya selalu berkata lain. Kini, kondisi dunia bukannya semakin membaik. Perang, korupsi bahkan sampai kasus brain drain seakan merajalela. Pertanyaan skeptis pun muncul, “Buat apa pemuda Indonesia menempuh perjalanan jauh hingga ke luar negeri untuk belajar namun tidak mampu membawa perubahan bagi negerinya sendiri?” Pertanyaan itu seakan menagih komitmen pemuda terhadap perubahan. Tak sepantasnya, pemuda Indonesia saat ini hanya mengejar kekayaan. Lebih jauh dari itu, saat ini pemuda dituntut memiliki kontribusi dan memberikan bukti perubahan kepada masyarakat Indonesia dari pengembaraan ilmu yang mereka dalami selama di luar negeri.

Sudah selayaknya, hakikat mencari ilmu bagi pemuda bukan sekedar berburu kekayaan, kekuasaan maupun status keren. Menempuh belajar di luar negeri jangan sampai hidup di luar negeri menjadikan pemuda terlena dari hakekat mencari ilmu. Sejatinya belajar adalah rangkaian untuk membuat pemuda siap menghadapi tantangan dunia. Tak sekedar siap, pemuda di tuntut pula membagi ilmu kepada orang-orang di sekelilingnya. Ini sebagai bukti komitmen pemuda kepada perubahan. Di tangan pemuda, perubahan menjadi mata rantai peradaban yang tidak pernah terputus.

Sebelum Usia 20 tahun, banyak pemuda bertanya mengenai jati dirinya. Pertanyaan seperti “Ingin jadi apa diriku” selalu menghiasi pemikirannya. Ia pun berlomba-lomba mencari informasi yang bisa mewujudkan rasa kehausan mengenai jati dirinya. Dalam proses pencarian jati diri itu, pemuda dihadapkan kepada berbagai jenis kompetisi kehidupan. Sebuah zona kompetisi dimana mereka bukanlah manusia dalam buku. Zona kompetisi tersebut nyatanya tidak seperti yang mereka pelajari selama ini. Namun di zona inilah apa yang mereka pelajari bisa dibuktikan kebenaran dan manfaatnya.  Di zona kompetisilah mereka bisa membuktikan eksitensi mereka kepada dunia. Di zona kompetisi ini, pemuda dihadapkan kepada pilihan menjadi pemenang atau pecundang. Usai melewati zona kompetisi, selanjutnya pemuda memasuki zona Monitoring. Di zona ini, mereka akan mereview semua yang dikerjakannya. Mereka bisa berbagi dan mengajarkan pada generasi yang baru, tentang apa yang mereka ketahui sehingga mata rantai bernama “kebaikan” itu tidak lantas terputus. Walau terkadang ada juga beberapa pemuda merasa takut ilmunya dicuri atau berkurang apabila mengajarkan kepada orang lain. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi pemuda yang memahami hakekat ilmu.

Apapun rangkaian zona yang dilalui pemuda, sepatutnya diharapka
n kepada hasil yang terbaik. Ada dua kunci rahasia buat para pemuda yang sedang belajar agar memperoleh hasil yang terbaik, yakni :
  1. 1.      “Ittaqullah wa yuallimukumullah”
Mungkin sebagian besar dari pemuda tak asing dengan salah satu cuplikan ayat Al Qur’an ini. “Ittaqullah wa yuallimukumullah” itulah satu kalimat yang diyakini mampu meningkatkan motivasi tinggi dalam belajar dan berdakwah. Demikian petuah dari seorang guru.
  1. 2.      Cukupkanlah Allah Di hati Para Pemuda.
Untuk apa pemuda belajar, bagaimana ia menghiasi kehidupannya? Pertanyaan itu rasanya hanya disandarkan kepadaAllah. Allah yang menetapkan tujuan kehidupan manusia dari awal dan akhir. Maka, pemuda perlu mempersiapkan diri menghadapi kehidupan agar tidak menuai kekecewaan. Keyakinan akan dicukupinya kehidupan pemuda oleh Allah, insyaAllah keajaiban akan datang dari arah yang tak disangka. Salah satunya kelapangan hati dalam menghadapi hidup sehingga bisa menikmati setiap proses yang ada. Semoga bermanfaat !!!

Tulisan ini didekasikan untuk salah seorang sahabatku
Saief Alemdar, atas cintanya kepada guru yang sangat beliau hormati dan cintai

 *Tulisan ini dimuat di Majalah Pendidikan PENA edisi 28 (Oktober-Desember 2013)

0 komentar:

Posting Komentar